Oleh:
Etty Sunanti (The Owner of ESP)

 

Suatu hari, saya datang ke rumah teman baik, rumah beliau digunakan sebagai Rumah Tahfidz serta Home- schooling. Murid-muridnya terbatas, hanya anak dari teman-teman kepercayaan saja Tempat tinggalnya sangat luas, sementara yang mereka tinggali hanya seperbagian saja. Kabarnya, ru- mah itu hanya dipinjami seorang dermawan, secara gratis.

Saat saya berpamitan pulang, salah satu santri mengantar kami hingga ke pintu gerbang, karena dia bertugas ha- rus menutup gerbang. Saat hampir pintu gerbang, ada buah mangga berjatuhan Buahnya besar-besar dan masak pohon. Siapa yang memandang pastilah ingin mengambil dan memakannya. Kemudian saya berkata, “Masyaa Allah, buah buah mangganya berjatuhan, kenapa tidak diambil dan dimakan saja, mas?” Si mas santri tersebut menjawab, “Maaf ummi, yang pohon mangga area sini, bukan hak kami, hak kami area yang di belakang” Saya berkata lagi, “Tetapi kan ini masih area satu pemilik yang sama, mengapa tidak izin saja sama pemiliknya, agar buah buah ini bisa bermanfaat, dari- pada terbuang mubadzir….” Si mas santri menjawab lagi, “Kami belum pernah jumpa pemiliknya, ummi. Pemiliknya tidak tinggal di sini. Tinggalnya jauh di luar kota. Daripada syubhat, tidak usah diambil ummi..” Mendengar kata syubhat, hati saya begitu “makjleb” Tersentak kagum, betapa pemuda sholih yang dididik dengan keimanan kepada Allah, betapa mewahnya ia Masyaa Allah.

Saya yakin, jika izin pemiliknya, pasti sudah dipersilahkan untuk memanfaatkan buah buah di area pekarangan rumah tersebut. Tetapi pemuda tersebut begitu berhati hatinya dalam urusan ini. Ini bukan kelas halal dan haram. Tetapi kelas syubhat. Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mende- ngar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِيْ الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى

 رَوَاهُ اْلبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ . يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً. أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ ،

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya. terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya …” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)

Saya yakin, jika buah-buahan itu di hadapan anak-anak yang tidak mengenal Allah dengan baik, pastilah mereka akan senang mengambilnya. Bahkan yang harampun akan mereka sikat.

Syubhat adalah sesuatu yang meragukan, samar, tidak jelas, maka jangan dipilih, apalagi diambil. Ini menggambarkan situasi yang mengajarkan kita, agar bersikap hati-hati yang luar biasa. Dan putra-putri kita, wajib di ajarkan tentang syubhat itu apa, bagaimana, dan mengapa kita harus menghindari- nya. Mereka harus faham dan berusaha mengamalkan sebaik-baiknya.

Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu. Belajar sesudah dewasa, bagai mengukir di atas air. Demikianlah syair yang bagus untuk para orang tua dan pendidik. Selagi masih anak-anak ajarkan segala prinsip kebaikan kepada mereka. Agar menjadi prinsip yang sudah tertanam dalam kehidupan mereka. Adalah pelajaran syubhat, yang harus diberikan kepada putra putri kita semua.

Saya pernah melihat seorang ibu, yang berkata kepada anaknya, dengan bahasa Suroboyoan, “Wis panganen, kesuwen ket mau gemletak nang kunu gak ono sing mangan.” (red: Sudah dimakan saja, kelamaan dari tadi tergeletak di situ tidak ada yang makan) Si anak berkata, “Lho buk, iku nggone sopo kok dipangan?” (red lho bu itu punya siapa kok dimakan)
Si ibu menjawab, “Salahe ono nang omahe dewe yo dipangan ae.. (red Salahnya ada di rumah kita, ya di makan saja)

Astaghfirullahal ‘adhim, ada juga orang yang tidak waspada seperti itu Iya kalau itu makanan yang baik, kalau beracun, bagaimana? Atau orang sedang menitip barang, bagaimana?

Di dalam rumah kami, setiap ada apapun, kalau belum jelas barang atau makanan ini milik siapa? Haknya siapa? Untuk siapa? Darimana? Anak-anak tidak akan berani menyentuh, apalagi memakannya.

Masalah syubhat, bukan persoalan apa yang dimakan saja. Tetapi bisa dikembangkan dalam persoalan yang lain. Semisal masalah pembagian rizki yang lain. Semisal diberi orang lain berupa uang. Harus dipertanyakan ini uang apa? Dari mana? untuk apa? Juga barang-barang yang lain, ini barang apa? Darimana? Untuk siapa? Buat apa? Tujuannya apa?

Alladzina yu’minuna bil ghaib. Orang orang yang beriman kepada yang Ghaib. Kekuatan mata batin kita jauh menembus kekuatan materi. Tetapi lebih jauh daripada itu, yaitu sesuatu yang tidak nampak. Yaitu takut kepada Allah, dan takut akan efek efek negatif yang akan menimpa diri kita.

Efek positif apakah, ketika anak-anak menghindari hal yang syubhat?

1. HATI-HATI

Sikap berhati-hati jauh lebih baik, dan bermanfaat, daripada sikap gegabah. Orang yang berhati-hati, mereka lebih aman dan nyaman dari segala resiko berbahaya. Orang yang gegabah, akan cenderung sering mendapatkan bala’ atau musibah.

2. BERFIKIR SEBELUM BERTINDAK

Berfikir hanya dimiliki orang-orang yang berilmu dan bertaqwa kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Orang yang berfikir akan memiliki banyak manfaat dalam hidupnya. Karena ia lebih terhormat dan mulia.. Senang berfikir, harus dibiasakan semenjak anak masih kecil. Menghindarkan diri dari syubhat, akan mem- buat anak senantiasa berfikir efek buruk dari apa yang dia lakukan.

3. DEKAT KEPADA ALLAH

Syubhat adalah step pertama untuk menscreening halal atau haram. Artinya, anak yang sudah lolos di tahap awal untuk menghindari syubhat, dia akan lebih terhindar dari perbuatan dosa atau haram. Orang yang takut akan dosa, pastila mereka akan lebih dekat kepada Allah. Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 186:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku berta- nya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.”

Orang yang dekat kepada Allah, doa nya akan dikabulkan. Di jelaskan bahwa orang yang dekat kepada Allah adalah orang memenuhi perintah Allah, agar memperoleh kebenaran. Maka jikalau ingin benar, maka step awal dalam memilih mana yang haq dan mana yang bathil harus tegas dari awal.

4. MINIM MAKSIAT

Orang tua dan semua lembaga pendidikan mengeluh tentang kerusakan generasi saat ini. Maka menghindarkan anak dari syubhat, adalah langkah awal dalam memperbaiki kehidupan yang sudah teramat rusak ini. Anak yang mengerti syubhat, mereka sudah takut, apalagi berbuat dosa justru dia sangat antisipatif. Maka gerakan anti syubhat ini, akan membuat generasi dan masya- rakat menjadi minim maksiat.

5. HIDUP PENUH BERKAH

Rizki yang berkah, akan berdampak kepada kehidupan yang berkah Semuanya berawal dari apa yang kita makan. Halalan thoyyibah, tidak sekedar halal secara dzat tetap wajib halal secara sumbernya. Keluarga yang sudah membiasakan diri terhindar dari yang syubhat, maka otomatis akan terhindar dari yang haram.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Rezeki halal walau sedikit, itu lebih berkah daripada rezeki haram yang banyak yang dapat cepat hilang dan Allah akan menghancurkannya.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 28:646)

Ayah ibu rahimakummullah, mari kita membiasakan menanamkan prinsip menghindarkan diri dari hal-hal yang syubhat kepada putra-putri kita. Agar hidup ini sehat jasmani dan rohani. Selamat dunia hingga akhirat. Aamiin…